Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Kamis, 17 Mei 2012

Cerita Koin Kuno


Alkisah ada seorang lelaki sederhana yang hidup di desa bersama istrinya. Saat ulang  tahun istrinya, dia ingin memberikan hadiah spesial, sebuah lemari yang sangat diinginkan istrinya . Tapi sayang lelaki itu tidak mempunyai cukup uang untuk membelinya.
 
Hari itu dia memutuskan untuk pergi ke kota untuk mencari uang, setidaknya untuk bisa membeli sebuah lemari untuk istrinya. Di tengah perjalanan dia melihat sebuah koin yang terlihat lusuh dan agak berkarat. Diambillah koin itu. Kelihatannya itu adalah koin kuno yang kini sudah tidak lagi digunakan. "Apalah gunannya koin kuno ini, tak ada lagi yang membutuhkan", pikirnya. Namun sebelum sempat membuangnya, dia bertemu dengan seseorang  yang berkata, "Jangan dibuang, Pak. Jual saja ke kolektor benda-benda kuno di kota, mungkin bisa laku dijual."




Akhirnya dia memutuskan untuk membawa koin kuno tersebut ke kota dan menjualnya ke kolektor benda-benda kuno. Benar saja, dia memperoleh uang sebesar Rp 300.000,- atas penjualan koin kuno itu. Tapi uang itu belum cukup untuk bisa membeli lemari yang diinginkan oleh istrinya. Dia memutuskan untuk membuat sendiri lemari untuk istrinya. Uang tersebut digunakan untuk membeli kayu terbaik untuk membuat lemari.

Niatnya untuk pulang terhenti saat dia melihat tempat pembuatan lemari. Sambil membawa kayu yang baru dibelinya, dia memperhatikan bagaimana para tukang merakit kayu-kayu sehingga menjadi sebuah lemari. Datanglah sang pemilik usaha lemari menemui lelaki itu. Dia tertarik dengan kayu-kayu yang dibawa oleh lelaki itu.

"Ada yang bisa dibantu Pak? Kalau boleh tahu untuk apa kayu-kayu yang Bapak bawa? Apa boleh saya membelinya?" kata sang pemilik usaha lemari. Dia tahu bahwa kayu yang dibawa oleh sang lelaki adalah kayu terbaik untuk membuat lemari.

"Saya sedang melihat cara pembuatan lemari," jawab sang lelaki. "Kayu-kayu ini akan saya gunakan untuk membuat lemari itu."

"Kayu yang Bapak bawa adalah kayu terbaik untuk membuat lemari. Maukah Bapak menjualnya kepada saya? Saya akan membelinya dengan harga Rp 700.000,-" kata pemilik usaha lemari.

Lelaki itu mulai kebingungan. Dia memang sudah untung kalau kayu itu dibeli dengan harga setinggi itu, tapi yang dia inginkan adalah lemari untuk istrinya.

"Atau Bapak bisa menukar kayu Bapak dengan lemari yang sudah jadi, bapak tidak perlu repot membuat lemari sendiri," tambah si pemilik usaha lemari.

Akhirnya lelaki itu setuju untuk menukarkan kayu-kayu itu dengan sebuah lemari. Betapa girang perasaan lelaki itu. Lemari yang diinginkannya sudah ada di tangan. Untuk membawanya pulang ke rumahnya di desa, dia meminjam sebuah gerobak milik si pemilik usaha lemari. Dengan susah payah dia menarik gerobak berisi lemari tersebut. Dalam perjalanan pulang dia melewati kompleks perumahan elit. Ada seorang ibu warga kompleks elit tersebut yang datang untuk menawar lemari itu. Dia mengira lelaki itu adalah penjual lemari keliling.

"Jangan, Bu, lemari ini untuk istri saya di desa," kata sang lelaki.

"Saya juga sedang butuh lemari, Pak. Bagaimana kalau lemari itu saya beli dengan harga Rp 1.000.000,-?" balas sang ibu.

Kebingungan melanda pikiran lelaki itu. Lemari untuk istrinya sudah di tangan. Tapi tawaran dari sang ibu membuat otaknya berputar. "Dengan uang sebesar itu aku bisa membeli lemari lagi dan sisanya bisa aku belikan barang kebutuhan untuk istriku," pikirnya.

Dia memutuskan untuk menerima tawaran sang ibu dan menerima uang sebesar Rp 1.000.000. Dengan membawa gerobak kosong dia kembali ke si pemilik usaha lemari untuk membeli sebuah lemari baru. Namun sayang, beberapa puluh meter dari tempat pembuatan lemari, dia dicegat oleh sekawanan perampok. Malang benar nasibnya, uang yang diperoleh dari penjualan lemari raib seketika oleh perampok.

Dengan muka sedih lelaki itu terpaksa pulang dengan tangan hampa. Uang yang baru diperolehnya raib. Lemari impian istrinya pun kini sudah bukan miliknya lagi. Sepanjang jalan menuju rumahnya, dia merenung memikirkan nasib malangnya. Namun dia tak mau terus -menerus dilanda sedih. Sampai saat istrinya membukakan pintu rumahnya dan berkata,

"Mengapa Abang terlihat sedih? Abang kehilangan sesuatu?"

Dengan mantap lelaki itu pun menjawab. "Aku tidak kehilangan apapun."

- J J J -


Bagaimana bisa seorang lelaki yang uangnya baru saja dirampok mengatakan bahwa dia tidak kehilangan apapun? Jawabannya adalah memang sebenarnya dia tidak kehilangan apa-apa. Dia mendapatkan banyak hal dalam perjalanan itu mulai dari koin kuno, uang 300.000, kayu kualitas terbaik, lemari impian istrinya, dan uang satu juta rupiah. Tapi semua itu berawal pada satu hal, tidak punya apa-apa.

Sejatinya kita hidup di dunia ini diawali dengan ketiadaan, kekurangan, tidak memiliki apapun. Semua hal yang kita miliki atau yang kita dapatkan hanyalah titipan dari yang Maha Memiliki. Jika kita sedang merasa kehilangan, ingatlah keadaan awal kita saat kita tidak memiliki hal tersebut. Hal yang kita miliki hanyalah titipan yang suatu saat dapat diambil oleh yang mempunyai kuasa atasnya.

-Pesan sekaligus wejangan dari salah seorang dosen saat perkuliahan terakhir


3 comments:

Anonim mengatakan...

Ulin…. :-) Makasih…
Aku dapat banyak dari cerita Ulin ini…
Salah satunya, kita harus fokus pada tujuan. Tuhan menciptakan kita pasti punya tujuan, yakni beribadah. Ibadah itu sendiri untuk menggapai ridhoNya, untuk mensucikan jiwa, karena nantinya jiwa kita akan dikembalikan padaNya…
Kembali pada fokus itu tadi, sering sekali kita diberi kemudahan-kemudahan, ataupun kesempatan-kesempatan untuk dapat meraih tujuan kita tersebut. Meskipun selalu ingat, akan tetapi terkadang kita lalai. Sudah diberi rizki, diminta zakat, “ah, nantilah kalau sudah banyak…, bla bla bla” atau banyak yang lainnya. Sampai pada akhirnya kesempatan itu dicabut, kita menyesal… karena kita tak mendapat apa-apa. Tak dapat memenuhi tujuan itu.


#hey, cepat selesaikan outlinenya dan KP di Salatiga… Plissssssss… Rinduuuuuu.. (>_<)

Anonim mengatakan...

hai ulin.. do u still remember me? Nice post lin :)
mampir yaa aerodest.wordpress.com

Ulin Niam mengatakan...

Ya ingat lah, Desti jawara kan? hehe.
makasih udah mampir.

Posting Komentar