Alkisah ada seorang lelaki sederhana yang
hidup di desa bersama istrinya. Saat ulang
tahun istrinya, dia ingin memberikan hadiah spesial, sebuah lemari yang
sangat diinginkan istrinya . Tapi sayang lelaki itu tidak mempunyai cukup uang
untuk membelinya.
Hari itu dia memutuskan untuk pergi ke kota
untuk mencari uang, setidaknya untuk bisa membeli sebuah lemari untuk istrinya.
Di tengah perjalanan dia melihat sebuah koin yang terlihat lusuh dan agak
berkarat. Diambillah koin itu. Kelihatannya itu adalah koin kuno yang kini
sudah tidak lagi digunakan. "Apalah gunannya koin kuno ini, tak
ada lagi yang membutuhkan", pikirnya. Namun sebelum sempat membuangnya,
dia bertemu dengan seseorang yang
berkata, "Jangan dibuang, Pak. Jual saja ke kolektor benda-benda kuno di
kota, mungkin bisa laku dijual."
Akhirnya dia memutuskan untuk membawa koin
kuno tersebut ke kota dan menjualnya ke kolektor benda-benda kuno. Benar saja,
dia memperoleh uang sebesar Rp 300.000,- atas penjualan koin kuno itu. Tapi
uang itu belum cukup untuk bisa membeli lemari yang diinginkan oleh istrinya.
Dia memutuskan untuk membuat sendiri lemari untuk istrinya. Uang tersebut
digunakan untuk membeli kayu terbaik untuk membuat lemari.
Niatnya untuk pulang terhenti saat dia
melihat tempat pembuatan lemari. Sambil membawa kayu yang baru dibelinya, dia
memperhatikan bagaimana para tukang merakit kayu-kayu sehingga menjadi sebuah
lemari. Datanglah sang pemilik usaha lemari menemui lelaki itu. Dia tertarik
dengan kayu-kayu yang dibawa oleh lelaki itu.
"Ada yang bisa dibantu Pak? Kalau
boleh tahu untuk apa kayu-kayu yang Bapak bawa? Apa boleh saya
membelinya?" kata sang pemilik usaha lemari. Dia tahu bahwa kayu yang
dibawa oleh sang lelaki adalah kayu terbaik untuk membuat lemari.
"Saya sedang melihat cara pembuatan
lemari," jawab sang lelaki. "Kayu-kayu ini akan saya gunakan untuk
membuat lemari itu."
"Kayu yang Bapak bawa adalah kayu
terbaik untuk membuat lemari. Maukah Bapak menjualnya kepada saya? Saya akan
membelinya dengan harga Rp 700.000,-" kata pemilik usaha lemari.
Lelaki itu mulai kebingungan. Dia memang
sudah untung kalau kayu itu dibeli dengan harga setinggi itu, tapi yang dia
inginkan adalah lemari untuk istrinya.
"Atau Bapak bisa menukar kayu Bapak
dengan lemari yang sudah jadi, bapak tidak perlu repot membuat lemari
sendiri," tambah si pemilik usaha lemari.
Akhirnya lelaki itu setuju untuk menukarkan
kayu-kayu itu dengan sebuah lemari. Betapa girang perasaan lelaki itu. Lemari
yang diinginkannya sudah ada di tangan. Untuk membawanya pulang ke rumahnya di
desa, dia meminjam sebuah gerobak milik si pemilik usaha lemari. Dengan susah
payah dia menarik gerobak berisi lemari tersebut. Dalam perjalanan pulang dia
melewati kompleks perumahan elit. Ada seorang ibu warga kompleks elit tersebut
yang datang untuk menawar lemari itu. Dia mengira lelaki itu adalah penjual
lemari keliling.
"Jangan, Bu, lemari ini untuk istri
saya di desa," kata sang lelaki.
"Saya juga sedang butuh lemari, Pak.
Bagaimana kalau lemari itu saya beli dengan harga Rp 1.000.000,-?" balas
sang ibu.
Kebingungan melanda pikiran lelaki itu.
Lemari untuk istrinya sudah di tangan. Tapi tawaran dari sang ibu membuat
otaknya berputar. "Dengan uang sebesar itu aku bisa membeli lemari lagi
dan sisanya bisa aku belikan barang kebutuhan untuk istriku," pikirnya.
Dia memutuskan untuk menerima tawaran sang
ibu dan menerima uang sebesar Rp 1.000.000. Dengan membawa gerobak kosong dia
kembali ke si pemilik usaha lemari untuk membeli sebuah lemari baru. Namun
sayang, beberapa puluh meter dari tempat pembuatan lemari, dia dicegat oleh
sekawanan perampok. Malang benar nasibnya, uang yang diperoleh dari penjualan
lemari raib seketika oleh perampok.
Dengan muka sedih lelaki itu terpaksa
pulang dengan tangan hampa. Uang yang baru diperolehnya raib. Lemari impian
istrinya pun kini sudah bukan miliknya lagi. Sepanjang jalan menuju rumahnya,
dia merenung memikirkan nasib malangnya. Namun dia tak mau terus -menerus
dilanda sedih. Sampai saat istrinya membukakan pintu rumahnya dan berkata,
"Mengapa Abang terlihat sedih? Abang
kehilangan sesuatu?"
Dengan mantap lelaki itu pun menjawab.
"Aku tidak kehilangan apapun."
- J
J J -
Bagaimana bisa seorang lelaki yang uangnya
baru saja dirampok mengatakan bahwa dia tidak kehilangan apapun? Jawabannya
adalah memang sebenarnya dia tidak kehilangan apa-apa. Dia mendapatkan banyak
hal dalam perjalanan itu mulai dari koin kuno, uang 300.000, kayu kualitas
terbaik, lemari impian istrinya, dan uang satu juta rupiah. Tapi semua itu
berawal pada satu hal, tidak punya apa-apa.
Sejatinya kita hidup di dunia ini diawali
dengan ketiadaan, kekurangan, tidak memiliki apapun. Semua hal yang kita miliki
atau yang kita dapatkan hanyalah titipan dari yang Maha Memiliki. Jika kita
sedang merasa kehilangan, ingatlah keadaan awal kita saat kita tidak memiliki
hal tersebut. Hal yang kita miliki hanyalah titipan yang suatu saat dapat
diambil oleh yang mempunyai kuasa atasnya.
-Pesan sekaligus wejangan dari salah
seorang dosen saat perkuliahan terakhir
3 comments:
Ulin…. :-) Makasih…
Aku dapat banyak dari cerita Ulin ini…
Salah satunya, kita harus fokus pada tujuan. Tuhan menciptakan kita pasti punya tujuan, yakni beribadah. Ibadah itu sendiri untuk menggapai ridhoNya, untuk mensucikan jiwa, karena nantinya jiwa kita akan dikembalikan padaNya…
Kembali pada fokus itu tadi, sering sekali kita diberi kemudahan-kemudahan, ataupun kesempatan-kesempatan untuk dapat meraih tujuan kita tersebut. Meskipun selalu ingat, akan tetapi terkadang kita lalai. Sudah diberi rizki, diminta zakat, “ah, nantilah kalau sudah banyak…, bla bla bla” atau banyak yang lainnya. Sampai pada akhirnya kesempatan itu dicabut, kita menyesal… karena kita tak mendapat apa-apa. Tak dapat memenuhi tujuan itu.
#hey, cepat selesaikan outlinenya dan KP di Salatiga… Plissssssss… Rinduuuuuu.. (>_<)
hai ulin.. do u still remember me? Nice post lin :)
mampir yaa aerodest.wordpress.com
Ya ingat lah, Desti jawara kan? hehe.
makasih udah mampir.
Posting Komentar