Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Senin, 23 Januari 2012

Mengenal Islam Liberal

Dalam sebuah kesempatan, aku menyempatkan diri untuk mengikuti sebuah acara bedah buku. “Islam Liberal 101”, sebuah judul yang membuat aku tak ingin melewatkan acara tersebut. Acara bedah buku tersebut diselenggarakan pada hari Minggu, 22 Januari 2010 pukul 08.00. Dengan penuh semangat, pukul delapan tepat aku sudah tiba di tempat, yaitu gedung I kampus STAN. Ternyata baru beberapa peserta yang datang dan kebanyakan belum memasuki ruangan karena sedang melihat-lihat bazar buku yang juga digelar di serambi gedung I. Tak mau ketinggalan, aku pun meluncur ke jejeran buku-buku yang sudah ditata rapi. Mata ini langsung tertuju pada buku bersampul hitam berjudul “Islam Liberal 101”, buku yang nantinya akan dibedah oleh penulisnya. Tak perlu pikir panjang, kutukar buku itu dengan beberapa lembar rupiah. Lumayan lah karena ada diskon besar. Hehe.

Acara pun dimulai. Sepanjang acara, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan beristighfar dalam hati. Reaksi saat Akmal Syarif, sang penulis buku, membeberkan pernyataan-pernyataan kontroversial dari tokoh Islam Liberal. Nah, dalam kesempatan ini aku ingin membagi sedikit ilmu yang aku dapat dari mengikuti acara tersebut.


Sebenarnya apa pengertian Islam Liberal? Para ahli masih berbeda pendapat mengenai apa itu Islam Liberal. Ada yang mengatakan bahwa Islam Liberal adalah Islam yang berorientasi pada masa depan. Tapi tidaklah tepat karena kita tahu bahwa Islam bukanlah agama yang kuno. Islam adalah agama yang bisa menyesuaikan perkembangan zaman, yang pastinya tetap pada syariat yang ditentukan. Ada juga tokoh uyang mengatakan bahwa Islam Liberal sama dengan Islam Protestan, Islam yang penganutnya tidak terima dengan ajaran dan perintah yang diberikan. Tentu tak bisa disamakan dengan Kristen Protestan. Sebenarnya tak ada definisi yang khusus tentang apa itu Islam Liberal, namun ada survey yang mengatakan bahwa jika ada agama dengan ‘titel’ Liberal berarti penganutnya benci dengan agama itu. Bisa diartikan bahwa orang yang menganut Islam Liberal mengaku dirinya Islam tapi dalam kenyataannya, perkataan dan perbuatannya mencerminkan kalau dia membenci Islam.

Dalam penjelasan Akmal Syarif, disajikan enam landasan yang mendasari ajaran Islam Liberal. Keenam landasan ini bukanlah hasil pemikiran beliau, tapi berdasarkan apa yang para tokoh iIslam Liberal katakan. Pertama, landasan yang paling utama bagi mereka, membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam, yaitu muamalah (berkehidupan), ubudiyah (ritual), dan ilahiyah (teologi). Mereka mereka paling suka berijtihad. Namun ijtihad yang mereka lakukan tidak sama dengan ijtihad yang dilakukan oleh ulama. Ijtihad yang mereka lakukan lebih condong ke arah spekulasi tanpa pemikiran panjang, dan sering mengabaikan dalil. Sehingga sering menghasilkan pernyataan hukum yang menyimpang dari apa yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Hadis.

Kedua, menafsirkan sebuah dalil dengan berdasarkan religio-etik dan bukan makna literal teks. Penafsiran yang mereka lakukan lebih kepada pemikiran yang menurut mereka sebaiknya benar dan selalu mencari-cari makna lain dari kalimat dalam Al-Quran dan Hadis. Padahal tidak semua kalimat di dalam Al-Quran dan Hadis mengandung makna lain. Mereka selalu mencari makna lain dan menafsirkan sendiri sesuai kepentingannya padahal kalimat dalam dalil itu sudah jelas dan pasti.

Ketiga, mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka, dan plural. Kebenaran dianggap sesuatu yang sifatnya tidak pasti. Mereka menganggap semua perbuatan bisa dibenarkan dengan mencari-cari alasan yang dianggap rasional. Bahkan ada tokoh mereka yang pernah mengatakan bahwa zina adalah perbuatan perasaan, bukan perbutatan fisik. Halal jika melakukan dengan niatan hati tidak untuk menyakiti namun suka sama suka. Naudzubillah!

Keempat, memihak minoritas yang tertindas. Penganut Islam Liberal sangat sensitif terhadap isu-isu yang menyangkut kaum minoritas. Ada benarnya membela kaum yang lemah, namun mereka selalu menggeneralisasikan masalah kepada salah satu hal. Misalnya saat ada kekerasan TKI di Arab Saudi, mereka langsung melontarkan opini bahwa negara Islam itu kejam. Padahal majikannya lah yang melakukan kekerasan tersebut, tapi mereka menggeneralisasikan bahwa Arab Saudi atau negara Islam adalah negara yang kejam. Lain halnya jika kasusnya adalah kekerasan TKI di Singapura, mereka tak tertarik untuk mengomentarinya. Sungguh pemikiran orang-orang yang membenci agamanya sendiri.

Kelima, meyakini kebebasan beragama dan tidak beragama. Ini adalah pemikiran murni kaum liberalis. Dengan dasar dalil “Laa ikraaha fid diin” mereka menafsirkan bahwa tak ada paksaan dalam beragama, dan bahkan mereka menyatakan bahwa tak ada larangan bagi umat muslim untuk murtad atau mengikuti ajaran yang menyimpang. Padahal ayat ini tidak bermakna demikian, tak ada paksaan untuk masuk agama Islam. Lanjutan ayat ini pun tidak mereka perhatikan, yaitu telah jelas antara yang benar dan yang sesat. Artinya, untuk mengetahui dan mengikuti kebenaran Islam tidak perlu paksaan, karena Allah telah menunjukkan jalan kebenaran tersebut dengan jelas.

Keenam, memisahkan agama dari kehidupan sosial masyarakat dan politik. Dengan kata lain, mereka telah mengakui paham sekuler. Suatu pemikiran yang salah karena dalam kehidupan sosial dan politik kita tidak boleh melupakan agama. Agama lah yang akan membimbing kita dalam berkehidupan supaya tetap pada jalan yang lurus.

Itu tadi adalah beberapa landasan kaum Islam Liberal yang pemikirannya dapat menyesatkan umat.  Sebenarnya masih banyak contoh-contoh pemikiran mereka yang menjadi kontroversi di masyarakat. Tanpakita sadari, mereka telah menyebarkan pemikiran mereka melalui media masa dan sosial yang sekarang sedang banyak digunakan masyarakat. Tokoh-tokoh mereka pun sudah banyak pengaruhnya di masyarakat, khususnya di bidang politik. Yang lebih memprihatinkan lagi, tokoh mereka bukanlah dari kalangan tak terpelajar, tapi kebanyakan adalah lulusan perguruan tinggi yang berfokus pada agama Islam. Maka alangkah baiknya kita sebagai generasi muda mempertebal keimanan kita agar tidak mudah terpengaruh oleh pemikiran sesat mereka.

Marilah kita berlindung kepada Allah dari fitnah musuh-musuhNya.

Dan pada akhirnya saya mohon maaf jika banyak kesalahan karena sumua yang benar hanya milik Allah. Wallahu a’lam bis showab.

10 comments:

Eko Bephe mengatakan...

101 itu artinya apa?

gmna sebaiknya kita bersikap ya?

Anonim mengatakan...

Semoga kita dihindarkan dari sifat-sifat yang mendasari pemikiran dan perbuatan mereka.
(yg aku simpulkan dari pernyataan Ulin) -
1.) Semoga terhindar dari sifat naif atau cepat mngambil kesimpulan.
2.) Sebisa mungkin menafsirkan segala sesuatu dengan prinsip kebenaran. (belajar bahasa dg baik, atau berdiskusi dengan teman/orang lain, krn bisa jadi pendapat kita salah)
3.) Terus mnjunjung tinggi prinsip demokratis. Tidak memaksakan kehendakpada siapapun.

"Islam itu bukan organisasi, bukan paham atau dan lainnya. Islam itu islam. Saya bisa tidak bersedih krn islam, bahagia saya karena islam, moral saya membaik karena islam, saya mencintai orang tua, keluarga dan sahabat2 saya karena islam. Saya membutuhkan islam, tapi islam tidak membutuhkan saya. Saya tidak memeluk islam pun islam tidal mengapa..."

Ahmad Ulin Niam mengatakan...

Eko, kalau kata penulisnya, dia menggunakan 101 karena kode itu sudah dipahami sebagai kode mata kuliah dasar atau pengenalan terhadap suatu topik.

Emm, kalau sikap kita sih kalau bisa sih kita memerangi juga lewat pemikiran yang lebih logis dan sesuai apa yang sebenarnya disyariatkan. Minimal kita bisa menampik pernyataan mereka yang terang-terang bertentangan dengan Al-Quran dan Hadis. Mungkin itu..

Ahmad Ulin Niam mengatakan...

Vina !

Aku takut dua kalimat terakhir yang kamu tulis itu adalah pernyataan Islam Liberal..

Vina mengatakan...

ga Lin...Islam yg tdk butuh saya...Bukan saya yg tidak butuh islam...Ulin ini bikin takut...>_<

Eko Bephe mengatakan...

o, aku kira ada 101 fakta tentang islam liberal gitu, hehe.

komentarnya vina agak janggal, "saya membutuhkan islam tapi islam tidak membutuhkan saya. saya tidak memeluk islam pun tidak apa-apa..." katanya butuh kok tidak memeluk? kalimatnya tidak seimbang. :D

Ahmad Ulin Niam mengatakan...

Aduh kalimatnya ambigu..

Vina mengatakan...

@Eko: Kurang satu kata eko, "Aku tidak memeluk ISLAM pun, ISLAM tidak mngapa...." bukan aku yng tdk mengapa, tapi islam yg tdk mengapa...

AERODEST19 mengatakan...

subhanallah, nice post! makasih Ulin.
kapan2 mampir kerumahku, walaupun banyak sampahnya, gak kayak tempatmu XD : aerodest.wordpress.com

Ahmad Ulin Niam mengatakan...

Hay Desti, makasih udah mampir..
haha masih banyak kurangnya kok blog ini, jarang ngepost juga..

Posting Komentar